Voice of Baceprot Jadi Band Indonesia Pertama yang Tampil di Festival Glastonbury
Punya kesempatan berbagi panggung dengan Coldplay, SZA, Dua Lipa, dan banyak musisi dunia lainnya tidak pernah terbayangkan oleh Voice of Baceprot (VOB).
Karenanya, ketika band metal hijaber asal Garut tersebut mendapat kabarnya lewat email, mereka mengaku "terkejut".
"Kita shock karena sebenarnya Glastonbury Festival sendiri enggak masuk dalam daftar kita ... terlalu enggak mungkin terjadi, karena ketinggian," ujar vokalis sekaligus gitaris VOB, Firda Kurnia, yang akrab disapa Marsya.
Akhir Juni nanti, Marsya, Widi Rahmawati sebagai basis, dan drummer Euis Siti Aisyah akan tampil di festival musik Glastonbury 2024 yang akan digelar di Somerset, Inggris.
Mereka tidak hanya tercatat sebagai musisi Indonesia pertama, tapi juga musisi hijab pertama yang akan tampil di festival tersebut.
Festival Glastonbury disebut-sebut sebagai festival musik dan seni di lapangan terbuka yang terbesar di dunia, dengan pengunjung yang diperkirakan akan mencapai 200 ribu orang di tahun ini, menurut laporan BBC.
"Kita mikirnya kalau untuk bisa ke situ [festival Glastonbury], mesti ada tahapan lain," jelas Marsya saat berbincang dengan Erwin Renaldi dari ABC Indonesia.
"Kita enggak nyangka langsung ke sana... langsung dapat Glastobury," kata Marsya.
Selain manggung di festival bergengsi dunia tersebut, masing-masing anggota VOB mengatakan tidak sabar lagi untuk bertemu dan mengajak 'selfie' dengan musisi idola mereka.
Penampilan yang membawa misi
VOB mengaku selalu bersemangat saat mendapat kesempatan manggung, terlebih jika di luar negeri dengan penonton yang masih belum memahami soal hijab dan Islam.
Terutama di negara-negara barat, di mana Islam sering mendapat citra yang buruk akibat pemberitaan dan penggambaran di media.
"Misal di US, di Europe, yang dikenal justru orang-orang Islam yang kasar dan konservatif. Padahal itu bukan salah ajarannya, tapi kembali ke orangnya."
"Nah kita pengen membawa citra Islam yang baru, bahwa kita tidak seperti itu. Kita tidak anarkis, kita membawa pesan-pesan perdamaian lewat musik kita."
Sejak kemunculannya di tahun 2017, Voice of Baceprot langsung menarik perhatian dunia yang bahkan mendapat julukan "band metal yang dibutuhkan dunia saat ini", oleh majalah rock Metal Hammer.
Tentu bukan hijab yang dikenakan Marsya, Widi, dan Siti, atau citra Islam yang ingin mereka angkat ke atas panggung, kesuksesan mereka adalah lagu-lagu yang dibawakan banyak berbicara soal perasaan, kemanusian, lingkungan hingga kesetaraan.
Menurut mereka, musik rock memiliki kesamaan dengan Islam, yang sama-sama dianggap memiliki sisi gelap atau buruk.
Padahal menurut mereka, itu hanyalah persepsi yang salah dari mereka yang tidak paham.
Misalnya, musik rock yang dianggap dekat dengan dunia narkoba atau pergaulan yang buruk, yang menurut mereka tergantung dari "pinter-pinternya memilih lingkaran pertemanan dan lingkungan".
"Kita justru mengenal toleransi, terus kita juga bisa belajar isu-isu kaya kesetaraan, humanity, setelah kita bermusik," ujar Marsya.
Beralih menjadi band indie
Voice of Baceprot mengaku baru saja berpindah menjadi band 'indie', sehingga seolah-olah memulai segalanya dari awal.
"Jadi kalau temen-temen kebingungan dapet info kita sekarang di mana, bisa kunjungin website kita, terus juga sosial media juga di Instagram dan Facebook, di Spotify juga udah ada," jelas Marsya.
Voice of Baceprot tidak menjelaskan alasan mengapa mereka meninggalkan jalur musik mainstream, tapi mereka mengaku pernah berada di titik "sangat membenci industri, karena industri memang sejahat itu".
Salah satunya adalah pengalaman mendapat perlakuan diskriminatif, yang menjadi "hal yang normal" bagi perempuan, terlebih berhijab, di industri musik metal rock.
Misalnya, mereka pernah diminta untuk membuka hijab jika ingin bergabung industri musik metal hingga dianggap kurang maskulin.
"Kita enggak mau mengubah diri kita untuk bisa masuk [industri metal], kita memutuskan untuk harus membawa energi feminin ke industri ini agar sudut pandangnya lebih luas," kata Marsya.
Salah satu gebrakan yang pernah dilakukan Voice of Baceprot adalah membuat gerakan "Not Public Property", bersamaan saat mereka merilis lagu dengan judul yang sama.
Kampanye tersebut mengajak perempuan dari segala bidang, tidak hanya musik, untuk menyadari potensi yang mereka miliki dan berani menunjukkannya, sehingga tak hanya akan dinilai dari tubuh dan kecantikannya saja.
"Jadi setiap kali kita mengalami pengalaman yang tidak enak, ya sudah kita bikin lagu, kita keluarin jadi single," kata Marsya.